Relatif aman dari gejolak arus barang dan jasa, aman dari lonjakan harga-harga. Begitulah kurang lebihnya gambaran perekonomian Indonesia pada 2019. Semua terkendali meski di tengah turbulensi ekonomi dunia. Inflasi Mei 2019 sebesar 3,32 persen, level yang diyakini bisa menjaga tingkat konsumsi masyarakat.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2019 diperkirakan pada kisaran 5,02-5,13 persen. Dengan begitu, menurut siaran pers yang dirilis kementerian Keuangan RI (21/06), secara kumulatif pertumbuhan sampai semester I-2019 diperkirakan mencapai 5,1 persen, meningkat dari triwulan I-2019 yang sebesar 5,07 persen.
Pertumbuhan itu antara lain diperkuat oleh hasil assessment lembaga pemeringkat kredit Standard & Poor’s (S&P) yang menaikkan peringkat Indonesia dari BBB- ke BBB dengan outlook stable pada 31 Mei 2019. Peningkatan tersebut dicapai tanpa harus melalui peringkat BBB- outlook positive.
Pendapatan Negara dan Hibah
Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah hingga Mei 2019 tercatat Rp728,45 triliun, 33,64 persen dari target APBN 2019. Hal ini menunjukkan adanya tren positif dengan pertumbuhan 6,2 persen (yoy) dibanding periode yang sama tahun lalu. Ada lonjakan 0,5 persen (yoy) April 2019. Lonjakan tersebut didorong kondisi perekonomian yang positif dan disertai siklus bisnis yang dipengaruhi momentum hari besar.
Secara rinci, penerimaan negara itu ditopang oleh realisasi Penerimaan Pajak yang hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp496,65 triliun, 31,48 persen dari target APBN 2019, tumbuh 2,43 persen (yoy). Membaiknya kinerja pajak itu terutama disangga oleh Pajak Penghasilan (PPh) yang didorong oleh membaiknya kondisi ketenagakerjaan Indonesia.
Pada awal 2019, tingkat pengangguran terbuka tercatat 5,01 persen, menurun dibanding periode sebelumnya yang mencapai 5,13 persen. Kinerja PPh juga didorong oleh penyerapan belanja barang yang tumbuh 16,89 persen (yoy) serta tren positif peningkatan kepatuhan Wajib Pajak Orang Pribadi pascapelaporan SPT Tahunan.
Realisasi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai hingga akhir Mei 2019 mencapai Rp72,67 triliun atau 34,80 persen dari target APBN 2019, tumbuh 35,11 persen (yoy). Perbaikan kinerja Penerimaan Kepabeanan dan Cukai terutama ditopang oleh penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA) yang masing-masing tumbuh sebesar 60,17 persen (yoy) dan 27,79 persen (yoy).
Pertumbuhan ini merupakan dampak kebijakan relaksasi pelunasan pemesanan pita cukai; tidak adanya kenaikan tarif CHT pada 2019; serta keberhasilan penertiban cukai berisiko tinggi dalam mengurangi peredaran hasil tembakau dan MMEA ilegal.
Sementara itu, realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga 31 Mei 2019 mencapai Rp158,42 triliun atau 41,88 persen dari target APBN 2019. Realisasi tersebut tumbuh 8,61 persen (yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, melonjak signifikan dari kinerja April lalu yang negatif 14,8 persen.
Realisasi PKH Capai 19 T
Pemerintah berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan APBN melalui perbaikan pola penyerapan belanja. Realisasi Belanja Negara sampai akhir Mei 2019 sebesar Rp855,90 triliun atau 34,78 persen dari target APBN 2019, meningkat 9,80 persen (yoy). Realisasi tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat, Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang masing-masing mencapai Rp530,81 triliun (32,48 persen dari pagu APBN) dan Rp325,10 triliun (39,32 persen dari pagu APBN).
Realisasi Belanja Pemerintah Pusat sampai dengan Mei 2019 mengalami peningkatan sebesar 15,90 persen (yoy), lebih tinggi dari kinerja realisasi pada akhir April 2019, yaitu sebesar 11,8 persen (yoy). Peningkatan tersebut disebabkan oleh belanja pegawai, belanja barang, dan belanja bantuan sosial yang mendorong konsumsi Pemerintah dalam Produk Domestik Bruto (PDB).
Konsumsi pemerintah itu terutama dari realisasi belanja bantuan sosial (bansos) yang mencapai Rp60,33 triliun (59,11 persen dari pagu), meningkat sebesar 53,70 persen (yoy) jika dibanding dengan tahun sebelumnya.
Meningkatnya realisasi belanja bansos ini menunjukkan keberpihakan pemerintah pada masyarakat miskin. Untuk mereka, pemerintah memenuhi kebutuhan pokok sejak awal tahun, yang antara lain direalisasikan lewat pencairan Program Keluarga Harapan (PKH) yang telah mencapai Rp19 triliun, 59,4 persen dari alokasi. Bahkan, bantuan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (BPJS) warga miskin telah dibayar sampai November 2019. Bansos lainnya terserap ke Program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Program Bidikmisi, bantuan untuk mahasiswa dari keluarga kurang mampu.
https://indonesia.go.id/assets/img/assets/1561962991_padat_karya_220118_2.jpg" style="height:400px; width:600px" />
Presiden Joko Widodo meninjau pelaksanaan Program Padat Karya Tunai, di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago, Banyuasin, Sumatra Selatan. Foto: Dok. BPMI
Realisasi Dana Desa Meningkat
Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) hingga Mei 2019 tercatat mencapai Rp325,10 triliun, atau 39,32 persen dari pagu APBN 2019. Secara rinci, realisasi transfer ke daerah sampai dengan Mei 2019 lebih tinggi Rp3,81 triliun ( 1,27 persen yoy). Hal ini antara disebabkan karena kenaikan Dana Alokasi Umum, realisasi Dana Insentif Daerah, realisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Non-fisik yang lebih tinggi (yoy), ditambah adanya Bantuan Operasional Penyelenggaraan (BOP) Pendidikan Kesetaraan, BOP Museum dan Taman Budaya, serta Dana Pelayanan Kepariwisataan.
Defisit APBN dan Keseimbangan Primer Negatif
Keberlanjutan fiskal tahun 2019 diharapkan tetap terjaga, dengan realisasi defisit APBN hingga Mei 2019 mencapai Rp127,45 triliun, atau 0,79 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), jauh di bawah ambang batas yang diamanatkan undang-undang yaitu 3 persen dari PDB.
Sementara itu, keseimbangan primer pada Mei 2019 berada pada posisi negatif Rp0,38 triliun. Realisasi pembiayaan yang dilakukan pemerintah hingga Mei 2019 mencapai Rp157,89 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang sebesar Rp159,63 triliun. Pembiayaan utang tersebut meliputi penerbitan Surat Berharga Negara (neto) sebesar Rp186,04 triliun dan pinjaman (neto) sebesar negatif Rp26,41 triliun.
Untuk menjaga kondisi kas tetap aman, pemerintah secara konsisten melakukan pengelolaan utang secara prudent dan produktif, yang antara lain dengan menjaga rasio utang dalam batas aman, meningkatkan efisiensi atas pengelolaan utang, mendorong pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif, dan menjaga keseimbangan pengelolaan utang. (P-1)